3

Sunday, October 18, 2015

BANTUAN HUKUM YANG TERBANG BAGAI ROKET



            Kalau kerja setengah-setengah, boleh lah, saat kondisi badan kurang baik. Bagaimana dengan bantuan hukum yang ada di negeri kita? Perkembangan yang kita sambut baik. Kita perlu tingkatkan agar terbang bagai roket. Kita lihat hal-hal yang perlu dilakukan dan diperbaiki.
Bantuan Hukum
            Yang namanya membantu pasti untuk meringankan beban orang lain. Dalam hal ini meringankan beban hukum. Yang dibantu pasti yang tidak mampu, ditambah predikat miskin secara ekonomi. Kita lihat peran bantuan hukum bagi orang miskin seperti cerita di bawah ini.
            Seorang direktur yang nampaknya tidak pintar mengatur dan membuat sistem perusahaannya, telah memenjarakan karyawan. Karyawan tersebut menggantikan karyawan yang keluar di bidang penggajian karyawan. Perusahaan mendapati kesalahan pembayaran kepada para karyawan yang telah berhenti kerja senilai Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Karyawan baru ini disekap dikantor, dipukuli agar mengaku bahwa dia telah mengambil uang perusahaan dengan membuat catatan penggajian yang salah. Karena sangat lelah dan tidak diberi makan, si karyawan, menyetujui saja semua tuduhan. Lalu dia dikirim ke Polsek untuk diperiksa menjelang tengah malam. Kembali si karyawan dipaksa menyetujui tuduhan. Setelah dipukuli dan jadi jatuh sakit, si karyawan mendekam di tahanan. Saat sidang dimulai, belum ada Penasihat Hukum yang diminta membantu, si karyawan hanya bisa menangis saat ditanyai di persidangan. Setelah ada Penasihat Hukum, si karyawan lebih berani dan tanpa menangis untuk menceritakan posisinya. Juga diakui bahwa dia dipukuli dan diperiksa menjelang tengah malam. Hakim memanggil Polisi Penyidik dan menegur mengapa pemeriksaan dilakukan menjelang tengah malam, karena mengganggu psikologis yang diperiksa. Pemeriksaan terhadap Direktur perusahaan, membuat hakim marah karena seorang direktur tidak boleh sekedar menjawab tidak tahu apa yang terjadi di perusahaan dan membiarkan karyawan di tahanan. Demikian juga Hakim marah dengan sistem perusahaan yang berantakan. Dengan pembuktian bahwa benda yang disita adalah atas nama kakak si karyawan, dan harta benda lain telah dibeli sebelum menjadi karyawan di perusahaan tersebut, maka hakim meminta karyawan untuk menerima saja bahwa telah ada kehilangan uang perusahaan Rp.10.000 (sepuluh ribu rupiah). Dengan demikian si karyawan dapat bersiap untuk keluar dari tahanan. Sebagian barang sitaan, masih ditahan Polisi Penyidik, walau persidangan telah usai. Jaksa yang meminta barang tersebut, ditolak si Polisi walau Hakim menyuruh mengembalikan semua barang sitaan. Terpaksa si karyawan dan Penasihat Hukum menemui Polisi tersebut. Semula si Polisi masih mencoba beralasan dan mengungkapkan sakit hatinya karena ditegur Hakim. Namun Penasihat Hukum mengatakan, bahwa bukan urusan Polisi untuk menasihati, karena sudah ada Penasihat Hukum. Akhirnya Polisi menyerahkan barang sitaan yang ditahannya.
            Demikian lah pengaruh bantuan hukum. Nampaknya kasus kecil dan sepele. Bayangkan, bisa jadi si karyawan dijatuhi hukuman dengan pasal penggelapan dengan kurungan satu tahun atau lebih. Bisa juga barang si karyawan tetap tertahan oleh si Polisi, yang tidak seharusnya Polisi bersikap demikian. Apalagi yang menjadi kebutuhan agar bantuan hukum terbang meroket?
Antara kota dan desa
            Ada daerah yang minim bantuan hukum dan desa sadar hukum. Bagaimana agar di daerah tersebut terjadi percepatan? Adanya tes Advokat yang diberlakukan secara nasional, bagi beberapa daerah adalah sangat berat. Mungkin hanya sedikit orang asli Papua (bukan perantau) yang lulus tes Advokat per periode yang dilakukan organisasi Peradi. Tidak masalah bila Advokat perantau berkiprah disana. Namun perlu diperhatikan adanya masyarakat miskin di pelosok Papua, yang bukan tempat lazim dijangkau Advokat perantau.
            Biasanya penumpukan Advokat ada di kota.  Andaikan ada program permerintah untuk kontrak Advokat di daerah sulit. Sekiranya ada program pemerintah untuk memberdayakan Advokat di kota untuk melakukan pelatihan bantuan hukum di desa, pasti  yang miskin di desa lebih tertolong. Dalam hal ini dana bantuan hukum dari pemerintah sebaiknya memperhitungkan harga transport agar hubungan kota dan desa dapat terjalin baik, apalagi yang antar pulau. Seharusnya untuk program yang idealis, pemerintah berani membayarkan harga. Tentu ini bukan program hura-hura atau piknik. Jika Advokat dikirim ke desa untuk melatih bantuan hukum, mungkin dapat diberi fasilitas sederhana, misal menginap di hotel kelas melati.
Rekrutmen dan kelompok kerja
            Rekrutmen untuk pelatih bantuan hukum, tidak harus dilakukan atas nama LBH agar lebih banyak yang ikut serta dan semoga lebih berkualitas. Sebaiknya BPHN/kementerian mempunyai kelompok kerja untuk bantuan hukum, yang berfungsi sebagai berikut:
-Pembuatan bahan standar pelatihan bantuan hukum untuk dikembangkan Advokat.
-Merekrut Advokat yang hendak dilatih (online aplikasi dengan resume pengalaman menangani kasus orang tidak mampu), melakukan wawancara untuk ‘kebersihan’ dalam bertugas. Bila ini dibuka di kota-kota di Indonesia (para Advokat biasa lintas daerah), maka BPHN akan melatih di daerah tersebut.
-Melakukan pelatihan Training for Trainer bagi para Advokat tentang standar bantuan hukum.
-Melakukan percobaan di daerah setempat kelompok Advokat,terhadap para mahasiswa tentang standar bantuan hukum. Agar ruangan pelatihan tidak bayar, pinjam lah tempat di area milik pemerintahan. (berikan kertas evaluasi/rating nilai ke pendengar).
-Membuat semacam kontrak kerja, dengan jadwal yang disesuaikan antar pihak-pihak untuk dilakukan secara periodik oleh Advokat untuk pelatihan bantuan hukum intensif di daerah yang hendak dikembangkan oleh BPHN.
Kelompok kerja ini berikutnya dapat dilakukan ‘dari kita untuk kita’. Artinya tugas kelompok kerja dari BPHN itu dilakukan oleh kelompok kerja bantuan hukum yang telah dibina langsung oleh BPHN. Selanjutnya yang merekrut, melatih, dll adalah kelompok kerja ini,dengan diawasi oleh BPHN. Kelompok kerja inti dari BPHN membentuk dan membina kelompok kerja mandiri. Selanjutnya kelompok kerja mandiri membentuk kelompok-kelompok kerja berikutnya. Kelompok kerja tersebut tidak mempunyai struktur langsung dengan kementerian namun bertanggung jawab untuk kerja dan penggunaaan dana.
Area yang perlu dikembangkan
Masyarakat adat yang perlu ditingkatkan pemahaman hak-hak hukumnya agar tidak ‘terlindas’ saat perusahaan yang bisa jadi di dalamnya ada ‘orang kuat’. Selama ini hutan adat kedudukannya masih mudah diduduki oleh perusahaan. Jika masyarakat, tanpa bantuan hukum berani melawan perusahaan dan menang terhadap perusahaan tersebut sampai tingkat Mahkamah Agung, mungkin hal itu masih langka.
Bekerjasama dengan Departemen di Kementerian dimana banyak yang memerlukan bantuan hukum karena urusan yang panjang dan lama, misal:
*Daerah yang diberi izin proyek, sedang perusahaan tidak memperhatikan pencemaran lingkungan dan rehabilitasi area yang rusak. Efek kerusakan lingkungan mudah dialami oleh rakyat miskin namun tak berdaya mengusahakan jalan keluar.
*Bantuan hukum untuk memberdayakan masyarakat potensial untuk memperoleh izin pengelolaan hutan dengan sistim tebang tanam bersama koperasi rakyat, serta penyuluhan hukum untuk hak kewajiban rakyat terhadap area hutan.
*Para nelayan sederhana yang masuk ke wilayah perairan negara lain tanpa izin, karena terdampar, atau karena ketidaktahuan batas wilayah.
*Para TKI yang perlu ditolong dari hukuman mati. para TKI yang kehilangan atau kadaluarsa dokumen kewarganegaraan atau kerja atau wisatanya, agar  dapat kembali sebagai WNI.
*Tanah rakyat yang diduduki oleh perusahaan tambang tanpa diminta atau dibeli dari rakyat. Tambang rakyat agar tidak tergeser oleh perusahaan pertambangan.
*Kontrak pekerja yang dijanjikan akan diambil dari pihak masyarakat namun tidak ditepati, serta fasilitas pembangunan  yang tidak dilaksanakan perusahaan, dll
*Konversi hak atas tanah negara/perusahaan milik negara yang diizinkan dijual kepada pegawai/ahli waris atau pegawai/ahli waris pemakai tanah atau mereka yang telah lama memakai tanah tersebut yang belakangan menjadi sengketa di berbagai daerah, antara lain; tanah perumahan Kereta Api Indonesia, tanah perumahan milik TNI, tanah bekas milik Perusahaan Negara (PN Kertas, PN Garam), dll. 
*Hak tanggungan yang cepat dilelang oleh bank, sementara surat panggilan perundingan tidak sampai pada pemilik benda tanggungan. Sedangkan pada akta tertulis perubahan pembayaran dapat dirundingkan, demikian  pula bila ada keadaan memaksa.
*Investigasi terhadap koruptor, pembalakan hutan, perusak lingkungan, dll bekerjasama dengan aparat berbagai departemen hingga kasus tuntas.
*Bantuan hukum setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), agar jangan sampai kasus hanya menang di atas kertas tanpa dapat dilaksanakan apapun.
-Bekerjasama dengan DPR yang sudah menampung keluhan atau sengketa yang dilaporkan oleh rakyat namun sekian lama belum menemukan jalan keluar.
-Bekerjasama dengan Kompolnas dan Komnas HAM/ Perempuan dan anak, Ombudsman, serta lembaga lainnya, untuk kemajuan dalam proses hukum.
-Menolong rakyat untuk mendukung reformasi dengan bantuan hukum di bidang hukum publik. Khususnya dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi, sangat penting bagi masyarakat untuk berperan dan diberi bantuan hukum.
            Pada area yang perlu dikembangkan ini, kiranya kelompok kerja bantuan hukum yang dibentuk, BPHN menjadi perintis untuk memberdayakan bantuan hukum pada area tersebut di atas. Cara yang dapat dilakukan BPHN untuk merintis pemberdayaan bantuan hukum dengan membuat database yang didapat dari Kementerian, DPR dll yang disebut di atas, agar kasus atau keadaan tertentu diadakan penawaran di web. Advokat yang berminat dapat mengajukan diri. Bila tidak ada Advokat yang mengajukan diri, maka BPHN harus memajukan kelompok kerja yang dibina BPHN untuk mengurus hal tersebut. BPHN kiranya dapat mendirikan posko bantuan hukum dengan menyediakan pelaku bantuan hukum untuk daerah yang rawan konflik, untuk area yang hendak dikembangkan, dan untuk berbagai hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Baik kelompok kerja dan posko bantuan hukum dilakukan oleh Advokat dan dapat dibantu oleh non Advokat. Jadi tidak ada sengketa yang disorot rakyat namun terlantar.
Kualitas yang perlu ditingkatkan
Jangan sampai pelaku bantuan hukum adalah ‘perampok’. Tidak menunjuk ke LBH tertentu, ada LBH yang mengurus surat tanah rakyat, untuk konversi hak. Namun aneh, setiap kali datang, klien diminta uang sidang sebesar Rp. 300.000, padahal tidak ada sidang  untuk tanah tersebut. Klien sampai kehabisan uang, hanya mendapat satu surat jawaban dari BPN, namun proses masih panjang dan belum jelas. Ada dari LBH besar terakreditasi, tahun 2014 pelakunya  mengantar klien melapor di Komnas, klien diminta upah menemani tiap kali ke Komnas sebesar Rp 500.000. Mungkin dianggap bidang ini kurang dana dari negara, sehingga LBH tersebut tidak mengikutkan bidang ini untuk didanai kementerian.
Pelaku bantuan hukum, jangan sampai menjadi ‘penghianat’. Kalau ada korban pemerkosaan yang miskin dibela, sedang pemerkosa adalah orang kaya yang memberi ‘uang diam’ kepada pelaku bantuan hukum, maka bantuan hukum tidak bermakna apapun.
Pelaku bantuan hukum, jangan sampai menjadi mafia kasus. Karena kurangnya kemampuan sidang non Advokat, maka dibuat transaksi dengan hakim, tiap bayar Rp.500.000 maka hukuman dikurangi satu bulan, yang berlaku kelipatannya.
Pelaku bantuan hukum, jangan sampai jadi pemeras klien. Saat ada orang miskin jadi klien, diminta untuk membayar minum dan makan klien di kafe yang berisi minuman alkohol atau restoran berkelas mahal.
Pelaku bantuan hukum non Advokat, jangan sampai melampaui kapasitasnya. Jika suatu posbakum hanya mengizinkan sidang untuk pengadilan setempat, jangan sampai pelaku bantuan hukum pergi sidang ke luar kota bahkan luar pulau dan menangani perkara keluarga kaya alias pengusaha ekspor dengan membayar panitera dan hakim pada pengadilan tersebut agar dapat bersidang.
Perlu seleksi pada penerima bantuan hukum. Ada orang punya surat miskin. Setelah diwawancarai, ternyata orang ini mempunyai etalase pulsa dan hp di tiga area tepi jalan, yang masing-masing laba bersih Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah) / bulan. Nampaknya Pemberi Bantuan hukum saja yang dipidana dalam UU Bantuan Hukum. Seharusnya orang pura-pura miskin pun dapat dipidana, walau tidak ditulis dalam UU Bantuan Hukum. 
Salah satu syarat untuk penerima bantuan hukum adalah harus mempunyai identitas yng dibuktikan dengan KTP. Seharusnya hanya berlaku bagi orang Indonesia. Bukan seperti tulisan di media, tentang bantuan hukum bagi kurir narkoba seorang WNA. Sebagai bangsa yang berdaulat, seharusnya Indonesia pun wajib mengibarkan nama Indonesia di luar negeri, dengan memberi bantuan hukum kepada WNI di negara lain. Jangan biarkan sekedar mendengar kasus, tetapi tidak melakukan bantuan hukum bagi WNI di negeri orang.
Kualitas perlu diperhatikan oleh kelompok kerja BPHN dan sebaiknya mengembangkan kelompok kerja mandiri yang dibina BPHN. Sehingga pengembangan dan kualitas dapat dimaksimalkan. Kelompok kerja dapat menolong mengevaluasi dan merancang program kerja bantuan hukum kementerian.
Bantuan hukum memang pekerjaan menolong orang miskin, namun lihat juga sebagai kesempatan pengkaderan penegak hukum yang berkualitas dan pemerataan akses hukum bagi orang miskin. BPHN melalui kelompok bantuan hukum dapat melakukan verifikasi terhadap Advokat untuk turut dalam kelompok kerja atau posko bantuan hukum. Tiap beberapa tahun perlu verifikasi agar kerja dan kualitas Advokat mendapat pendanaan dari APBN. Lihatlah Advokat top yang sekarang jadi terdakwa. Mungkin itu warisan tempo dulu. BPHN perlu memperluas jaringan ke kantor-kantor Advokat, atau langsung pada pribadi Advokat (dengan daftar online), tidak terbatas pada LBH. Karena masih sangat banyak orang miskin perlu ditolong namun Advokat yang mau menolong terhalang oleh pendanaan. Sedang bergabung dengan LBH tertentu, akan memerlukan syarat dan keaktifan yang bisa jadi menyulitkan Advokat menyeimbangkan diri untuk bantuan hukum dan kerja profesi.
Selain itu, ada orang menyebut uang jasa Advokat pasti mahal. Hal ini bisa jadi karena Advokat pun memikirkan dana yang sangat banyak, sebab suatu kali akan dipakai untuk bantuan hukum secara mandiri. Bila kementrian tidak melakukan pembayaran bantuan hukum kepada diri Advokat, tanpa harus melalui organisasi bantuan hukum, maka sebagian Advokat akan enggan untuk mengurus bantuan hukum secara mandiri karena belum mempunyai dana.
Buatlah posko kelompok kerja yang mudah dihubungi oleh mereka yang mau bergabung dalam kelompok bantuan hukum. Para pemain curang, tidak boleh bergabung dengan kelompok kerja ini. Buatlah pendaftaran bagi pribadi untuk kelompok kerja di kanwil Kemenkumham.
Pembayaran bantuan hukum
            Cara digantikan/reimburst sudah baik. Bisa jadi lebih baik dipadukan dengan cara pembayaran yang berbeda untuk tugas yang berbeda. Mengapa perlu cara yang berbeda? Bila untuk tugas yang lama dan panjang seperti investigasi yang berbelit-belit, bisa jadi habis dana sehingga investigasi tidak dapat dilanjutkan. Untuk investigasi bisa diberikan bagian per bagian kerja yang telah dilakukan.
Untuk posko bantuan hukum dapat dibayarkan sambil bekerja, diberi makan walau mungkin hanya bekerja di tenda di halaman atau ruang tamu kantor. Untuk kelompok kerja yang pergi keluar kota/pulau, tiket pesawat dapat diberikan di muka, juga fasilitas menginap di hotel melati. Apalagi kelompok kerja tersebut pergi untuk mengadakan pelatihan.
Akhir kata
Di negeri ini banyak pikiran dan tenaga potensial, namun seperti tertidur. Siapa yang akan membangunkan?Negeri ini kaya. Mau kah memberikan alokasi dana lebih besar karena area dan tugas bantuan hukum yang besar? Ada banyak orang yang mau bekerja dengan upah yang layak untuk bantuan hukum. Siapakah yang akan memimpin dan kemana gerak langkah? Karena banyak orang yang lebih suka mengikuti daripada mengorbankan tenaga untuk memikirkan inovasi dan pergerakan tanpa upah memadai. Sedangkan bekerja di kantor hukum adalah lebih menjanjikan. Panggil lah potensi-potensi yang ada itu untuk turut dalam bantuan hukum.

No comments:

Post a Comment